Wu Zetian

Ikhtisar

Emily Mark
dengan , diterjemahkan dengan Setefanus Suprajitno
diterbitkan pada
Artikel Cetak PDF
Empress Wu Zetian (by Unknown, Public Domain)
Maharani Wu Zetian
Unknown (Public Domain)

Maharani Wu Zetian (Permaisuri Wu, Wu Hou, Wu Mei Niang, Mei-Niang, dan Wu Zhao, 624–705 M, berkuasa 690–704 M) adalah satu-satunya kaisar wanita di Kekaisaran Tiongkok. Dia berkuasa pada masa Dinasti Tang (618–907 M) dan dikenal sebagai salah satu penguasa paling efektif sekaligus kontroversial dalam sejarah Tiongkok.

Wu memulai kehidupannya di istana sebagai selir Kaisar Taizong. Setelah Kaisar Taizong meninggal, dia menikahi putra sang Kaisar, yaitu Gaozong (berkuasa 649–683 M), dan diangkat sebagai permaisuri. Namun, dialah yang sebenarnya memegang tampuk kekuasaan. Ketika Kaisar Gaozong meninggal di tahun 638 M, dengan kedudukannya sebagai Ibu Suri, Wu mengambil alih pemerintahan. Dia kemudian mengangkat kedua anaknya untuk naik takhta, dan dengan seecepatnya dia mencopot mereka dari kekuasaan. Dia menjadi penguasa de facto sejak 683 M. Pada tahun 690 M, dia akhirnya secara resmi memproklamirkan diri sebagai kaisar pada tahun memerintah hingga setahun sebelum meninggal pada usia 81 tahun di tahun 705 M.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Masa Awal

Wu Zetian, yang berasal dari keluarga kaya, lahir di Kabupaten Wenshi, Provinsi Shanxi, pada tahun 624 M. Ia adalah putri dari Wu Shihuo, seorang kanselir Dinasti Tang. Berbeda dengan kebanyakan gadis muda pada masa itu, Wu Zetian didorong ayahnya untuk belajar membaca, menulis, dan mengembangkan kemampuan intelektual yang secara tradisional diperuntukan bagi pria. Ia juga mempelajari musik, puisi dan wicara publik.

Wu Zetian sangat cantik. Dan karena kecantikannya, pada saat berusia 14 tahun, dia dipilih oleh kaisar Taizong (memerintah 626–649 M) sebagai salah satu selirnya. Taizong memanggilnya “Mei-Niang” yang berarti “gadis cantik.” Nama ini sering dikaitkan dengannya, dan, meskipun keliru, dianggapnya sebagai nama lahirnya. Walaupun peranan seorang selir di Tiongkok seringkali dikaitkan dengan hubungan seksual, peranan ini juga meliputi tugas-tugas lain yang tidak ada kaitannya dengan hubungan seksual, seperti pekerjaan sehari-hari,mulai dari mengurusi cucian hingga ketrampilan khusus, seperti, kemampuan dalam melangsungkan percakapan, membaca puisi, dan bermain musik.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Kehidupan Wu di istana dimulai dengan mengurusi cucian kerajaan. Namun pada suatu hari, ketika hanya ada mereka berdua, dia berani bercakap-cakap dengan kepada kaisar dan berbicara tentang sejarah Tiongkok. Taizong terkejut karena selir terbarunya ini mampu membaca dan menulis. Dia serta merta terpesona oleh kecantikan dan kecerdasannya dalam percakapan tersebut. Begitu terkesannya sang kaisar akan kemampuan intelektual Wu sehingga dia memindahkan Wu dari tugas mencuci dan mengangkatnya sebagai sekretaris kaisar. Dengan jabatan yang baru ini, Wu terlibat langsung dalam urusan pemerintahan di level tertinggi. Rupanya, dia mampu menjalankan tugasnya dengan baik, sehingga menjadi favorit Taizong.

Wu menarik perhatian banyak pemuda di istana, dan salah satunya adalah Pangeran Li Zhi, putra Taizong, yang akan menjadi kaisar berikutnya, yang bergelar Gaozong. Wu memulai perselingkuhan dengan Li Zhi, yang saat itu sudah menikah, meskipun statusnya masih sebagai selir Taizong. Li Zhi sangat mencintai Wu tetapi tidak bisa berbuat apa-apa karena Wu adalah selir ayahnya. Selain itu, Li Zhi sendiri juga sudah menikah.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Ketika Taizong meninggal, Wu dan selir-selir lainnya dicukur kepalanya dan dikirim ke Kuil Ganye untuk menjalani kehidupan sebagai biarawati. Hal ini merupakan praktik umum setelah kematian seorang kaisar. Selir kaisar tidak boleh dialihkan ke orang lain, sehingga mereka dipaksa mengakhiri kehidupan mereka di istana dan memulai hidup baru dalam kesucian di satu ordo keagamaan. Namun demikian, ketika Li Zhi naik tahta dengan memakai nama Gaozong, salah satu tindakan pertamanya adalah memanggil Wu dan membawanya kembali ke istana sebagai selir pertama, meskipun dia sudah memilik permaisuri dan selir-selir lain.

Menuju ke Kekuasaan

Wu diberi posisi istimewa sebagai selir pertama meski secara hukum dia seharusnya tetap di kuil sebagai biarawati. Istri Gaozong, Putri Wang, dan mantan selir pertamanya, Xiao Shufei, saling cemburu satu sama lain, namun mereka semakin iri dengan perhatian yang diberikan Gaozong kepada Wu. Menurut catatan Wu sendiri, kedua wanita tersebut bersekongkol untuk melawannya. Akan tetapi, menurut para sejarahwan lain, Wu sendirilah yang memulai perseteruan tersebut, Dan dia berhasil menyelesaikan masalah yang terjadi dengan mereka.

Tang Dynasty of China, c. 669 CE
Dinasti Tang, Tiongkok, c. 669 M
Simeon Netchev (CC BY-NC-ND)

Putri Wang tidak memiliki anak dan Putri Xiao memiliki seorang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Pada tahun 652 M, Wu melahirkan seorang anak, Li Hong, dan pada tahun 653 M dia melahirkan seorang anak laki-laki lagi, Li Xian. Kedua anak laki-laki ini bukanlah ancaman bagi Putri Wang maupun Putri Xiao karena Kaisar Gaozong telah memilih penerusnnya, yaitu Li Zhong. Li Zhong adalah anak dari Liu Shi, seorang kanselir dari Kaisar Gaozong, yang juga adalah paman Putri Wang. Meskipun demikian, hal ini tidak menghalangi rasa cemburu dan iri hati para wanita itu atas perhatian khusus ditunjukkan kaisar kepada Wu, terutama setelah dia berturut-turut melahirkan dua orang anak laki-laki.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Pada 654 M, Wu memiliki seorang anak perempuan yang meninggal segera setelah lahir. Bayi itu dicekik di tempat tidurnya dan Wu menuduh Lady Wang sebagai pelakunya karena Putri Wang cemburu. Putri Wang adalah orang terakhir yang terlihat di ruangan itu dan tidak memiliki alibi. Wu juga menuduh Putri Wang dan ibunya mempraktikkan ilmu sihir serta melibatkan Putri Xiao. Putri Wang dinyatakan bersalah atas semua tuduhan dan begitu juga yang lain. Gaozong menceraikan istrinya, mengusir ibu istrinya dari istana, dan mengasingkan Putri Xiao. Paman Putri Wang, kanselir Liu Shi, dicopot dari jabatannya, dan ini berarti bahwa anaknya bukan lagi sebagai pewaris takhta Gaozong. Wu sekarang diangkat menjadi istri pertama Gaozong dan maharani Tiongkok. Dia juga mendapat keyakinan bahwa anak-anakya akan menjadi penerus takhta setlah suaminya meninggal.

Kematian Anak Perempuan Wu

Di muka umum, Putri Wu tampil sebagai istri kaisar yang pemalu dan terhormat, namun di balik layar dialah pemegang kekuasaan yang sebenarnya. Dengan cermat dia menyingkirkan musuh-musuh potensial di istana. Dialah yang membuat Putri Wang dan Putri Xiao dibunuh setelah mereka diasingkan. Menurut catatan Putri Wu, Putri Wang adalah pembunuh anak prempuannya. Namun sejarahwan Tiongkok di masa berikutnya sepakat bahwa pembunuh sebenarnya adalah Putri Wu. Dia membunuh anaknya sendiri untuk menjebak Putri Wang.

Kisah pembunuhan yang dilakukan oleh Putri Wu terhadap anak perempuannya dan penjebakan Putri Wang untuk memperoleh kekuasaan adalah peristiwa dalam kehidupannya yang paling terkenal dan paling sering diceriterakan, meskipun sebenarnya tidak ada cara untuk mengetahui secara pasti apakah peristiwa yang dicatat oleh para sejarawan memang terjadi seperti itu. Pada saat pembunuhan, yang terjadi adalah pertentangan antara kata-kata Putri Wu dan Putri Wang. Sejarahwan pada masa berikutnya berpihak pada Putri Wang. Namun ini tidak berarti bahwa mereka memihak pada yang benar.

Sisihkan pariwara
Advertensi
Kisah pembunuhan yang dilakukan oleh Putri Wu terhadap anak perempuannya dan penjebakan Putri Wang untuk memperoleh kekuasaan adalah peristiwa dalam kehidupannya yang paling terkenal dan paling sering diceriterakan, meskipun sebenarnya tidak ada cara untuk mengetahui secara pasti apakah peristiwa yang dicatat oleh para sejarawan memang terjadi seperti itu.

Setiap sejarahwan yang menulis tentang Putri Wu mengikuti peristiwa yang ditulis oleh sejarahwan Tiongkok sebelumnya tanpa mempertanyakannya. Perlu diingat bahwa para sejarahwan ini memiliki agenda mereka sendiri, yaitu mereka tidak memandang secara positif seorang wanita yang dianggap berani memerintah seperti layaknya seorang pria. Sejarahwan ini selalu menggambarkan Putri Wu sebagai seorang kejam, licik, culas, dan haus darah. Putri Wu mungkin memang memiliki sifat seeperti ini. Dia mungkin juga yang membunuh anak perempuannya untuk mendapatkan takhta. Namun, anggapan apa pun ini hanya dapat diterima setelah sumber rujukannya diteliti kembali.

Keberadaan seorang wanita dalam posisi paling berkuasa di pemerintahan mengancam struktur patriarki tradisional. Penasihat istana, menteri, dan sejarahwan mengklaim bahwa Wu telah mengganggu tatanan alam dengan mengambil alih kekuasaan yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi pria.

Tak lama setelah Wu naik takhta, terjadi gempa bumi yang ditafsirkan sebagai pertanda buruk. Seorang cendekiawan, N. Henry Rothschild, menulis, “Pesan yang disampaikan itu jelas: Seorang wanita dalam posisi kekuasaan tertinggi adalah suatu yang mengerikan, suatu penyimpangan dari tatanan alam dan manusia” (108).

Sisihkan pariwara
Advertensi

Pertanda memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat Tiongkok kuno dan berpengaruh besar dalam politik Dinasti Tang. Pada tahun 683 M, ketika Wu mulai memanipulasi peristiwa yang terjadi, seperti halnya seorang pria, seorang pakar Konfusianisme menulis bahwa alam telah dibalik oleh “wanita perebut kekuasaan” dan “di seluruh negeri, di setiap prefektur, ayam betina berubah menjadi ayam jantan, atau berubah setengahnya” (Rothschild, 108).

Ketika satu gunung tiba-tiba muncul setelah gempa bumi, hal ini ditafsirkan sebagai pemberontakan alam terhadap pemerintahan Wu. Wu Zhao menafsirkan situasi tersebut secara berbeda: dia mengklaim bahwa gunung itu adalah pertanda baik yang mencerminkan gunung surga dalam keyakinan Buddhis, Sumeru. Ia menamai gunung itu “Gunung Perayaan (Qingshan)” dan menyatakan bahwa gunung itu muncul untuk menghormati dirinya dan pemerintahannya. Meskipun banyak orang di istana yang mengucapkan selamat karena dianggap mendapat restu para dewa, tidak sedikit pula yang meragukannya. Rothschild menggambarkan satu konfrontasi yang mencerminkan perasaan mayoritas orang di istana. Setelah Gunung Kebahagiaan muncul, dan Wu mengklaimnya sebagai pertanda baik baginya, salah seorang menterinya menulis:

Yang Mulia, seorang penguasa wanita secara tidak patut telah menduduki posisi yang seharusnya diduduki oleh laki-laki. Hal ini mengacaukan keseimbangan alam. Akibatnya, aliran energy bumi terhambat dan terpisah. Gunung ini, yang muncul akibat guncangan bumi yang terjadi secara mendadak, adalah pertanda bencana. Yang Mulia mungkin menyebutnya sebagai “Gunung Perayaan,” tetapi hamba merasa tidak ada yang patut dirayakan. Teguran dari surge ini selayaknya ditanggapi dengan bijaksana. Sebaiknya Yang Mulia menjalani kehidupan yang tenang sebagai seorang janda, serta menabur kebajikan. Jika tidak, hamba khawatir bahwa akan ada bencana lagi yang menimpa kita. (108)

Wu Zhao mendengarkan menterinya dan mempertimbangkan pendapat meteri tersebut. Kemudian, menurut Rothschild, “Tanpa ada niat sedikit pun untuk ‘menjalani kehidupan yang tenang sebagai janda,’ Wu Zhao menolak penafsiran tersebut. Dengan segera, dia mengasingkan menteri tersebut ke wilayah Selatan yang lembah dan dijangkiti penyakit” (109). Menteri tersebut dibungkam. Namun, ini tidak membungkam para pejabat lainnya. Mereka hanya lebih berhati-hati untuk tidak mengungkapkan pikiran mereka di depan Wu Zhao. Antagonisme mereka terhadap penguasa wanita itu terukir dalam sejarah dan dianggap sebagai “fakta” oleh generasi mendatang.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Sejarahwan ini mengklaim bahwa Wu memerintahkan pembunuhan atas Putri Wang dan Putri Xiao dengan cara yang mengerikan, yakni dengan memotong tangan dan kaki mereka dan kemudian mereka dilempar ke dalam tong anggur untuk ditenggelamkan. Metode ini mirip dengan kisah Permaisuri Lu Zhi (hidup 241-180 SM) dari Dinasti Han yang menyingkirkan saingannya Qizi, dengan cara yang sama, meskipun Qizi dilempar ke kandang babi dan matanya dicungkil. Lu Zhi dikenal sebagai orang yang jahat oleh penduduk Tiongkok. Oleh karenanya, dengan mengaitkan Wu dengan Lu Zhi melalui kisah pembunuhan ini, reputasi Wu semakin tercemar. Wu mungkin telah membunuh putrinya, tetapi posisinya sebagai wanita yang memegang peranan pria membuatnya memiliki banyak musuh yang akan senang menyebarkan desas-desus sebagai kebenaran untuk mendiskreditkannya.

Wu Mengambil Alih Takhta

Mulai tahun 660 M, Wu secara efektif telah menjadi kaisar Tiongkok. Meskipun dia tidak memegang gelar kaisar secara resmi, Dialah pemegang kekuasaan yang sesungguhnya. Dia jugalah yang menangani urusan pemerintahan bahkan ketika dia mengandung putrinya, Taiping di tahun 665 M. Sebagai contoh pengaruhnya, pada tahun 666 M ia memimpin sekelompok wanita menuju Gunung Tai (yang merupakan pusat upacara yang kuno) untuk melaksanakan ritual yang secara tradisional hanya dilakukan oleh pria.

Wu dibesarkan oleh ayahnya dengan keyakinan bahwa dirinya itu setara dengan pria. Oleh karena itu, Wu merasa tidak ada alasan mengapa wanita tidak boleh melakukan praktik yang sama dengan yang dilakukan oleh pria, serta mengapa wanita tidak boleh memegang jabatan yang sama dengan pria. Itulah sebabnya dia tidak perlu meminta izin kepada siapapun untuk memimpin para wanita menuju Gunung Tai. Dia merasa bahwa dia tahu apa yang terbaik, dan dia melakukannya. Dia juga mengorganisir kampanye militer melawan Korea pada tahun 668 M. Apa yang dilakukannya itu sangat efektif sehingga Korea menjadi sebagai negara vassal.

Kaisar Gaozong tidak ada hubungannya dengan kedua peristiwa tersebut, meskipun namanya tercatat dalam kampanye militer melawan Korea. Gaozong telah menderita penyakit (mungkin stroke) yang mempengaruhi penglihatannya sehingga dia memerlukan orang untuk membacakan setiap laporan. Wu membacakan apa pun yang dia inginkan dan kemudian membuat keputusannya sendiri atau membacakan laporan yang sebenarnya namun kemudian tetap bertindak sendiri. Pada tahun 674 Ma, Gaozong mengambil gelar Tian Huang (Kaisar Surgawi) dan Wu mengubah gelarnya sendiri menjadi Tian Hou (Permaisuri Surgawi). Mereka memerintah sebagai penguasa ilahi hingga kematian Gaozong pada 683 M.

Sisihkan pariwara
Advertensi

China during Wu Zetian's Reign
Tiongkok di masa pemerintahan Wu Zetian
Ian Kiu (CC BY-SA)

Wu mengangkat putra sulung sebagai kaisar, yang mengambil gelar kerajaan Zhongzong. Namun Zhongzong menolak untuk bekerja sama dengan Ibunya. Sementara itu, istrinya, Putri Wei, mengambil terlalu banyak kekuasaan. Dia mengangkat ayahnya sebagai Perdana Menteri bagi suaminya, dan membuat kebijakan yang menguntungkan keluarganya. Ketika Wu tidak dapat lagi mentolerir tingkah laku menantunya yang tidak menghormatinya, serta penolakan putranya untuk mendisiplinkan istrinya dan mematuhi perintah ibunya, Wu menuduhnya berkhianat dan mengasingkannya bersama istrinya.

Wu mengganti Zhongzong dengan putra keduanya, yang dikenal sebagai Kaisar Ruizong. Dia menjadikan Ruizong sebagai tahanan rumah di Istana Dalam. Ruizong juga mengecewakannya sehingga Wu memaksanya untuk turun takhta pada 690 M. Wu kemudian memproklamirkan dirinya sebagai Kaisar Zetian, penguasa Tiongkok, wanita pertama dan satu-satunya yang duduk di Takhta Naga dan memerintah atas namanya sendiri dan oleh otoritasnya sendiri. Nama marga “Wu” dikaitkan dengan kata yang berarti ‘senjata’ atau ‘kekuatan militer’, dan dia memilih nama ‘Zetian’ yang berarti ‘Penguasa Surga’. Hal ini untuk menegaskan bahwa penguasa baru telah mengambil alih tahta Tiongkok dan tatanan baru telah tiba.

Pemerintahan dan Reformasi Wu Zetian

Hal pertama yang dilakukan oleh Wu adalah mengubah nama negara dari Tang menjadi Zhou (sebenarnya Tianzhou atau Tiansou). Sudah menjadi kebiasaan bahwa ketika satu dinasti berganti, sejarah akan ditata ulang. Setiap dinasti dianggap sebagai awal yang baru dan ketika Wu mengubah nama dari Tang menjadi Zhou, dia mengikuti tradisi ini. Namun, dia melangkah lebih jauhdenga menekankan bahwa dia adalah permulaan dari satu era yang sama sekali baru dengan menyebut pemerintahannya Tianzhou (‘dikaruniai oleh surga’). Untuk menjamin keamanan pemerintahannya yang baru, dia memenjarakan anggota keluarga kerajaan Dinasti Tang (termasuk kaisar masa depan Xuanzong) dan memproklamirkan dirinya sebagai titisan Buddha Maitreya. Dia menyebut dirinya Maharani Shengsen yang berarti ‘Roh Suci’.

Wu memerintahkan pembuatan patung-patung Buddha Maitreya di Gua Longmen di luar kota Luoyang. Wu menginstruksikan para pekerja agar wajah patung terbesar dipahat menyerupai dirinya. Dia juga membujuk para biksu di kuil suci di Luoyang untuk mengubah Kitab Awan Besar (Da Yun Jing) untuk mendukung klaimnya sebagai titisan Maitreya. Patung-patung lainnya, yang masih bisa dilihat hingga kini di Gua Longmen, juga dibuat untuk meninggikan statusnya sebagai penguasa ilahi yang tahu apa yang terbaik bagi rakyatnya, serta ditunjuk secara ilahi untuk menerapkan undang-undang dan kebijakan apa pun yang dia anggap tepat.

Sejak tahun 660 M, Wu telah membentuk pasukan polisi rahasia dan mata-mata di dalam istana dan di seluruh negeri. Ia menetapkan kebijakan agar informan mendapat bayaran ketika bepergian dengan transportasi umum untuk melapor ke istana. Sistem mata-mata ini sangat berguna baginya karena sistem ini dapat memberikan peringatan dini tentang setiap rencana yang yang dibuat dan memungkinkannya untuk mengatasi ancaman terhadap pemerintahannya sebelum ancaman tersebut menjadi masalah yang nyata.

Maharani Wu memanfaatkan informasi yang dia kumpulkan untuk menekan beberapa pejabat tinggi yang tidak berkinerja baik untuk mengundurkan diri. Untuk pejabat-pejabat lain, dia hanya mengasingkan atau mengeksekusi mereka. Dia mereformasi struktur pemerintahan dan menyingkirkan siapa saja yang dirasa tidak mampu menjalankan tugasnya. Kebijakan ini mampu mengurangi pengeluaran pemerintah dan meningkatkan efisiensi. Sebagai gantinya, dia menunjuk kaum intelektual dan birokrat berbakat tanpa memandang status keluarga atau koneksi.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Untuk membedakan Dinasti Zhou miliknya dari Dinasti Tang, Wu menciptakan aksara baru untuk sistem penulisan Tiongkok yang saat ini dikenal sebagai Aksara Tiongkok Maharani Wu atau Aksara Zetian. Aksara ini dibuat untuk menggantikan antar 10 sampai 30 aksara yang lebih tua. Sebenarnya, tujuan penciptaan aksara ini adalah upaya Wu untuk mengubah cara rakyatnya berpikir dan menulis. Meskipun aksara ini dihapus setelah pemerintahannya berakhir, aksara ini ada sebagai dialek bahasa Tionghoa dalam ragam tulisan. Aksara ini dianggap penting oleh sejarahwan karena menunjukkan sejauh mana Wu berusaha menciptakan tatanan dunia baru di Tiongkok di bawah pemerintahannya. Bahkan dia juga ingin mengubah kata-kata yang digunakan.

Tidak ada aspek kehidupan Tiongkok yang tidak tersentuh oleh Maharani Wu. Reformasi yang dilakukannya sangat popular karena saran-saran yang muncul itu datang dari rakyat. Di rezim sebelumnya, saran atau keluhan harus melewati banyak meja yang berbeda-beda, sebelum sampai di pejabat yang bisa menindaklanjutinya. Wu menghapus seluruh birokrasi dengan membangun jalur komunikasi langsung antara dirinya dan rakyat. Sejarahwan Kelly Carlton menulis:

Wu membuat sebuah kotak petisi yang awalnya terdiri dari empat slot: satu untuk pria yang merekomendasikan dirinya sebagai pejabat, satu untuk warga yang secara terbuka dan anonim mengkritik keputusan istana, satu untuk melaporkan hal-hal gaib, pertanda aneh, dan konspirasi rahasia, serta satu untuk menyampaikan tuduhan dan keluhan. (3)

Carlton menulis lebih lanjut, “Meskipun tampaknya untuk keprihatinannya yang besar terhadap kondisi rakyatnya, pada kenyataannya, kotak petisi berfungsi untuk mendapatkan informasi tentang subjek yang memberontak (3).” Meskipun pengamatan Carlton itu akurat, kotak itu juga memberikan Wu sejumlah ide untuk reformasi yang datang langsung dari rakyat, bukan dari pejabat pemerintah yang akan mengambil keuntungan darinya, dan yang diimplementasikan oleh Wu secara efisien.

Wu memperbaiki sistem pendidikan publik dengan mempekerjakan guru-guru yang berdedikasi dan merombak birokrasi dan metode pengajaran. Dia juga mereformasi departemen pertanian dan sistem perpajakan dengan memberi penghargaan kepada pejabat yang menghasilkan hasil panen terbanyak dan mengenakan pajak yang paling ringan kepada rakyat yang berada di bawah pjabat yang berhasil tersebut. Dia juga memerintahkan agar buku petunjuk pertanian ditulis dan didistribusikan. Dia juga mengorganisir tim untuk melakukan survei lahan dan pembangunan saluran irigasi untuk membantu pertumbuhan tanaman dan meredistribusikan lahan secara merata agar setiap orang mendapat bagian untuk bertani. Produksi pertanian di bawah pemerintahan Wu mencapai titik tertinggi sepanjang masa.

Wu juga mereformasi militer dengan mewajibkan uji kompetensi militer bagi para komandan. Ujian ini mencontoh ujian negara bagi pegawai negeri sipil. Ujian militer dimaksudkan untuk mengukur kecerdasan dan kemampuan mengambilan keputusan. Para kandidat diwawancarai secara langsung, bukan semata-mata berdasaarkan koneksi keluarga atau nama keluarga mereka.

Keberhasilannya dalam kampanye melawan Korea menginspirasi kepercayaan para jenderalnya. Karenanya, keputusan Wu tentang pertahanan atau ekspedisi militer tidak pernah ditentang. Jaringan mata-mata dan polisi rahasianya mencegah pemberontakan sebelum terjadi. Sementara itu, kampanye militer yang dilakukannya berhasil memperluas dan mengamankan perbatasan negara. Dia juga berhasil membuka kembali Jalur Sutra, yang sempat ditutup akibat wabah pada tahun 682 M dan juga kemudia akibat serangan oleh para pengembara. Wu juga mengambil kembali wilayah yang diinvasi oleh Goturks ketika Kaisar Taizong berkuasa. Wu kemudian mendistribusikan tanah di wilayah tersebut kepada masyarakat sehingga tidak semuanya diambil oleh para bangsawan.

Map of the Silk Road at Its Height in the Late 8th Century
Jalur Sutra pada Masa Kejayaannya pada Akhir Abad 8
Simeon Netchev (CC BY-NC-ND)

Kemerosotan Kekuasaan dan Pengunduran Diri Wu

Pada tahun 697 M, kendali Wu atas kekuasaan mulai goyah ketika ia menjadi lebih paranoid dan mulai menghabiskan waktu lebih banyak dengan kekasih mudanya daripada memerintah Tiongkok. Dua bersaudara, yang dikenal sebagai Zhang Bersaudara, adalah kekasih favoritnya dan dia kerap menghabiskan waktu bersama dengan mereka di kamar tertutup. Ini dianggap skandal karena usianya yang sudah lanjut dan Zhang bersaudara itu masih muda. Namun, ini tidak akan memicu kecaman yang sama jika Wu adalah seorang pria yang tidur dengan wanita yang jauh lebih muda. Praktik seorang kaisar memiliki wanita muda sebagai selirnya merupakan suatu kebiasaan. Tetapi ketika seorang maharani memutuskan untuk menghibur dirinya dengan pria muda, itu tiba-tiba menjadi skandal.

Paranoidnya mengakibatkan pembersihan besar-besaran di lingkungan administrasi. Siapa pun yang dia curigai tidak setia dengan alasan apa pun, diasingkan atau dieksekusi. Efisiensi di istananya menurun karena dia menghabiskan lebih banyak waktu dengan Zhang bersaudara dan menjadi kecanduan berbagai jenis afrodisiak. Pada tahun 704 M, para pejabat istana tidak dapat lagi mentolerir perilaku Wu, dan mereka memerintahkan agar Zhang bersaudara dibunuh. Wu dipaksa untuk turun takhta demi putranya yang diasingkan, Zhongzong dan istrinya Wei. Kesehatan Wu juga sangat menurun pada saat itu terjadi. Satu tahun kemudian dia meninggal.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Kesimpulan

Setelah Wu meninggal, Zhongzong naik takhta, tetapi hanya dalam nama saja. Kekuasaan yang sebenarnya dipegang oleh Putri Wei yang meneladani Wu Zetian untuk memanipulasi suaminya dan istana. Pada saat yang sama, faksi politik lain terbentuk di sekitar putra Wu yang lain, Ruizong, yang mendapat dukungan adik perempuannya, Taiping. Pada 710 M Zhongzong meninggal setelah diracuni oleh Putri Wei yang menyembunyikan jenazahnya dan merahasiakan kematiannya putranya Chong Mao dapat naik takhta untuk mejadi kaisar. Putri Taiping berhasil mengakhiri rencananya ketika ia membunuh Putri Wei dan keluarganya dan menempatkan saudaranya Ruizong di takhta.

Dua tahun kemudian, pada tahun 712 M, Ruizong turun takhta setelah ia melihat komet pada suatu malam, dan, mengikuti tafsiran Putri Taiping, menganggapnya sebagai pertanda bahwa pemerintahannya telah berakhir. Putranya Li Longji menggantikannya dan memerintah sebagai Kaisar Xuanzong (memerintah 712-756 M). Putri Taiping telah melindungi Li Longji dari ibunya, Maharani Wu, ketika Li Longji masih muda. Dia bahkan mendukung Li Longji dalam usahanya untuk mengambil takhta. Seperti Putri Wei, Putri Taiping sangat memperhatikan pemerintahan Wu Zetian. Dia beranggapan bahwa dia akan dapat memanipulasi Xuanzong seperti ibunya memanipulasi Gaozong.

Ketika dia melihat bahwa dia tidak akan dapat mengendalikan istana seperti yang pernah dilakukan oleh ibunya, Putri Taiping bunuh diri. Xuanzong memutuskan bahwa tidak boleh ada anggota keluarga Wu yang diizinkan memegang jabatan publik karena kecnderungan mereka dalam intrik kejam dan politik licik mereka. Namun demikian, Xuanzong melanjutkan banyak kebijakan reformasi Wu Zetian, termasuk bidang perpajakan, pertanian, dan pendidikan. Di bawah pemerintahan Xuanzong, Tiongkok menjadi negara paling makmur di dunia pada saat itu.

Maharani Wu dimakamkan di sebuah makam di Kabupaten Qian, Provinsi Shanxi, di samping Gaozong. Seperti kebiasaan yang ada, sebuah prasasti besar didirikan di luar makam. Prasasti tersebut seharusnya berisi catatan perbuatan besar yang dilakukan oleh Maharani Wu. Namun prasasti tersebut kosong. Walaupun reformasi dan kemakmuran yang dia ciptakan, Maharani Wu lebih dikenang karena kejahatannya terhadap teman dan anggota keluarganya, terutama pembunuhan putrinya sendiri. Banyak orang berpendapat bahwa dia tidak layak diabadikan dengan prasasti.

Wu Zetian's Stele
Prasasti Wu Zetian
I, 国家公园网(GJGY.com) (CC BY-SA)

Mungkin juga, seperti halnya yang terjadi di Mesir pasca pemerintahan Ratu Hatshepsut, pihak yang berkuasa tidak ingin mencatat pemerintahan seorang wanita dan berharap agar Maharani Wu dilupakan. Namun, harapan itu sia-sia. Maharani Wu Zetian tetap dikenang hingga sekarang sebagai salah satu penguasa terbesar dalam sejarah Tiongkok. Serial TV Tiongkok “Women of the Tang Dynasty (Wanita dinasti Tang)” (2013) yang menampilkan aktris Hui Yinghong sebagai Wu Zetian. Serial TV ini populer, dan kepopulerannya itu menunjukkan minat masyarakat yang masih tetap ada terhadap penguasa wanita pertama dan satu-satunya di Tiongkok.

Meskipun sejarahwan modern, baik dari Timur maupun dari Barat, telah merevisi pemerian kuno tentang Wu Zetian sebagai perampas kekuasaan yang licik, pandangan negatif tentang pemerintahannya masih tetap bertahan dalam banyak tulisan mengenai dirinya. Wanita yang percaya bahwa dirinya mampu dan setara dengan pria dalam terus dicerca, meskipun kini kritik tersebut disertai dengan penjelasan yang lebih bijak. Tidak dapat disangkat bahwa di bawah pemerintahan Wu Zetian, Tiongkok mengalami kemakmuran dan stbilitas yang belum pernah terjjadi sebelumnya. Reformasi dan kebijakan Wu Zetian membuat pondasi bagi keberhasilan Kaisar Xuanzon. Di bawah pemerintahannya, Tiongkok menjadi negara paling makmur di dunia.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Tentang Penerjemah

Setefanus Suprajitno
Setefanus Suprajitno adalah dosen di Prodi Magister Sastra, Universitas Kristen Petra.

Tentang Penulis

Emily Mark
Emily Mark mendalami sejarah dan filsafat di Universitas Tianjin, Tiongkok dan Bahasa Inggris di SUNY New Paltz, NY. Ia sudah menerbitkan esai-esai sejarah dan puisi. Ia melakukan debut tulisan perjalanannya di Majalah Timeless Travels . Ia lulus dari SUNY Delhi di tahun 2018.

Kutip Karya Ini

Gaya APA

Mark, E. (2016, Maret 17). Wu Zetian [Wu Zetian]. (S. Suprajitno, Penerjemah). World History Encyclopedia. Diambil dari https://www.worldhistory.org/trans/id/1-14472/wu-zetian/

Gaya Chicago

Mark, Emily. "Wu Zetian." Diterjemahkan oleh Setefanus Suprajitno. World History Encyclopedia. Terakhir diubah Maret 17, 2016. https://www.worldhistory.org/trans/id/1-14472/wu-zetian/.

Gaya MLA

Mark, Emily. "Wu Zetian." Diterjemahkan oleh Setefanus Suprajitno. World History Encyclopedia. World History Encyclopedia, 17 Mar 2016, https://www.worldhistory.org/Wu_Zetian/. Web. 29 Jul 2025.

Sisihkan pariwara